Minggu, 05 Desember 2010

ANALISIS VEGETASI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh - tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Marsono, 1977).
Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya. Analisis vegetasi dapat digunakan untuk mempelajari susunan dan bentuk vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan:
1. Mempelajari tegakan hutan, yaitu pohon dan permudaannya.
2. Mempelajari tegakan tumbuhan bawah, yang dimaksud tumbuhan bawah adalah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon hutan, padang rumput atau alang-alang dan vegetasi semak belukar.
Dari segi floristis ekologis pengambilan sampling dengan cara “random sampling” hanya mungkin digunakan apabila lapangan dan vegetasinya homogen, misalnya padang rumput dan hutan tanaman. Pada umumnya untuk keperluan penelitian ekologi hutan lebih tepat dipakai “systematic sampling”, bahkan “purposive sampling” pun boleh digunakan pada keadaan tertentu. Karena titik berat analisis vegetasi terletak pada komposisi spesies, maka dalam menetapkan besarnya atau banyaknya petak-petak sampling perlu digunakan suatu kurva (lengkung) spesiesnya. Kurva spesies tersebut diperlukan untuk:
1. Luas atau besar minimum suatu petak yang dapat mewakili tegakan.
2. Jumlah minimal petak-petak sampling kecil yang diperlukan agar hasilnya mewakili tegakan.

1.2 Rumusan Masalah
1.Apa yang dimaksud dengan analisis vegetasi?
2. Bagaimana cara membuat kurva lurus minimum?
3. Apa yang dimaksud metode titik dan garis?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan analisis vegetasi.
2. Untuk mengetahui cara membuat kurva lurus minimum.
3. Untuk mengetahui metode titik dan garis.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.
Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu :
1. Pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda.
2. Menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal.
3. Melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983).
Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petak-petak pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Menurut Soerianegara (1974) petak-petak tersebut dapat berupa petak tunggal, petak ganda ataupun berbentuk jalur atau dengan metode tanpa petak. Pola komunitas dianalisis dengan metode ordinasi yang menurut Dombois dan E1lenberg (1974) pengambilan sampel plot dapat dilakukan dengan random, sistematik atau secara subyektif atau faktor gradien lingkungan tertentu.
Untuk memperoleh informasi vegetasi secara obyektif digunakan metode ordinasi dengan menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien ketidaksamaan (Marsono, 1987). Variasi dalam releve merupakan dasar untuk mencari pola vegetasinya. Dengan ordinasi diperoleh releve vegetasi dalam bentuk model geometrik yang sedemikian rupa sehingga releve yang paling serupa mendasarkan komposisi spesies beserta kelimpahannya akan rnempunyai posisi yang saling berdekatan, sedangkan releve yang berbeda akan saling berjauhan. Ordinasi dapat pula digunakan untuk menghubungkan pola sebaran jenis jenis dengan perubahan faktor lingkungan.
Beberapa metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan metode kuarter.
2.2 Kurva Luas Minimum
Pada cara ini kita hanya mempelajari satu petak sampling yang mewakili suatu tegakan hutan. Besarnya petak contoh ini tidak boleh terlalu kecil hingga tidak menggambarkan tegakan yang dipelajari. Ukuran minimum dari suatu petak tunggal tergantung pada kerapatan tegakan dan banyaknya jenis-jenis pohon yang terdapat. Makin jarang tegakannya atau makin banyak jenisnya makin besar ukuran petak tunggal yang digunakan. Ukuran minimum ini ditetapkan dengan menggunakan kurva spesies-area. Caranya dengan mendata jenis-jenis pohon yang terdapat dalam suatu petak kecil. Ukuran petak ini lalu diperbesar dua kali dan jenis-jenis pohon yang terdapat didata pula. Pekerjaan ini dilanjutkan sampai saat dimana penambahan luas petak tidak menyebabkan penambahan yang berarti pada banyaknya jenis. Biasanya, luas minimum ini ditetapkan dengan dasar: penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih dari 10% atau 5%.
Prinsip penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup besar agar individu jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian. Karena titik berat analisa vegetasi terletak pada komposisi jenis dan jika kita tidak bisa menentukan luas petak contoh yang kita anggap dapat mewakili komunitas tersebut, maka dapat menggunakan teknik Kurva Spesies Area (KSA). Dengan menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan : (1) luas minimum suatu petak yang dapat mewakili habitat yang akan diukur, (2) jumlah minimal petak ukur agar hasilnya mewakili keadaan tegakan atau panjang jalur yang mewakili jika menggunakan metode jalur.
Caranya adalah dengan mendaftarkan jenis-jenis yang terdapat pada petak kecil, kemudian petak tersebut diperbesar dua kali dan jenis-jenis yang ditemukan kembali didaftarkan. Pekerjaan berhenti sampai dimana penambahan luas petak tidak menyebabkan penambahan yang berarti pada banyaknya jenis. Luas minimun ini ditetapkan dengan dasar jika penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih dari 5-10% (Oosting, 1958; Cain & Castro, 1959). Untuk luas petak awal tergantung surveyor, bisa menggunakan luas 1m x1m atau 2m x 2m atau 20m x 20m, karena yang penting adalah konsistensi luas petak berikutnya yang merupakan dua kali luas petak awal dan kemampuan pengerjaannya dilapangan. Untuk lebih jelas bagan pekerjaan dapat dilihat pada gambar 1.
Sebagai contoh, hasil pengukuran KSA tumbuhan bawah dapat dilihat pada tabel 1. berikut ini :

Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa penambahan jenis pada ukuran petak 8m x 16m sudah mencapai angka dibawah 5% (sesuai syarat Oosting, 1958; Cain & Castro, 1959), maka dapat ditetapkan bahwa luas petak ukur yang dapat mewakili komunitas pada rumput tersebut adalah adalah 8m x 16m atau 0.128 ha. Luasan ini bukanlah harga mutlak bahwa luas petak ukur yang harus kita gunakan adalah 0.128 ha, tapi nilai tersebut adalah nilai minimum, artinya kita bisa menambah ukuran petak contoh atau bahkan memodifikasinya karena yang harus kita perhatikan bahwa petak contohnya tidak kurang dari hasil KSA. Contoh untuk memudahkan pekerjaan dilapangan, sebaiknya ukuran petak tersebut berbentuk persegi, sehingga petak hasil KSA tersebut dapat diubah menjadi ukuran 12m x12m.
Jika sudah dapat ditentukan luas petak minimum, maka juga harus dapat ditentukan jumlah petak contoh keseluruhan. Hitungann sederhananya, tergantung kita menginginkan berapa luas total sampling yang kita inginkan. Sebagai contoh luas kawasan yang akan kita eksplorasi adalah 10 ha, ukuran petak contoh yang ditentukan 12m x 12m dan kita menginginkan intensitas sampling (IS) 5% (artinya, kita hanya akan mengukur 1% dari luas total 10 ha). Maka jumlah petak contoh yang harus kita gunakan adalah :
Dik : N = 10 ha
IS = 5% = 5% x 10ha = 0.5 ha
LPC = 12m x12m = 0.0144 ha
Ditanya : Jumlah petak contoh (n) ?
Jawab :
n = 0.5 ha / 0.0144 ha
n = 34.72
n = 35 petak
Hitungan diatas adalah perhitungan sederhana tanpa mempertimbangkan tingkat ketelitian dan tingkat eror pada pengambilan sampling.

Gbr 1. Bentuk Pertambahan Petak Kurva Spesies Area
Cara peletakan petak contoh ada dua, yaitu cara acak (random sampling) dan cara sistematik (systematic sampling), random sampling hanya mungkin digunakan jika vegetasi homogen, misalnya hutan tanaman atau padang rumput (artinya, kita bebas menempatkan petak contoh dimana saja, karena peluang menemukan jenis bebeda tiap petak contoh relatif kecil). Sedangkan untuk penelitian dianjurkan untuk menggunakan sistematik sampling, karena lebih mudah dalam pelaksanaannya dan data yang dihasilkan dapat bersifat representative. Bahkan dalam keadaan tertentu, dapat digunakan purposive sampling . Perhatikan kurva berikut:



2.3 Metode garis dan titik
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada. (Syafei, 1990).
Metodologi-metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan metode kwarter. Akan tetapi dalam makalah ini hanya menitik beratkan pada penggunaan analisis dengan metode garis dan metode intersepsi titik (metode tanpa plot) (Syafei, 1990).
Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan akan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Syafei, 1990). Di bawah ini dapat dilihat pengaturan hutan mangrove berdasarkan pantulan spektral

Pada metode garis ini, sistem analisis melalui variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar (Rohman, 2001).
Sedangkan metode intersepsi titik merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan menggunakan cuplikan berupa titik. Pada metode ini tumbuhan yang dapat dianalisis hanya satu tumbuhan yang benar-benar terletak pada titik-titik yang disebar atau yang diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut. Dalam menggunakan metode ini variable-variabel yang digunakan adalah kerapatan, dominansi, dan frekuensi (Rohman, 2001).
Kelimpahan setiap spesies individu atau jenis struktur biasanya dinyatakan sebagai suatu persen jumlah total spesises yang ada dalam komunitas, dan dengan demikian merupakan pengukuran yang relatife. Dari nilai relative ini, akan diperoleh sebuah nilai yang merupak INP. Nilai ini digunakan sebagai dasar pemberian nama suatu vegetasi yang diamati.Secara bersama-sama, kelimpahan dan frekuensi adalah sangat penting dalam menentukan struktur komunitas (Michael, 1994).
 Metode Garis
1. Menyebarkan 10 garis masing-masing sepanjang 1 meter secara acak atau sistematis.
2. Melakukan analisis vegetasi berdasarkan variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi.
3. Melakukan perhitungan untuk mencari harga relatif dari setiap variabel untuk setiap tumbuhan.
4. Melanjutkan perhitungan untuk mencari harga nilai penting dari setiap jenis tumbuhan.
5. Menyusun harga nilai penting yang sudah diperoleh pada suatu tabel dengan ketentuan bahwa tumbuhan yang nilai pentingnya tertinggi diletakkan pada tempat teratas.
6. Memberi nama vegetasi yang telah digunakan berdasarkan 2 jenis / spesies yang memiliki nilai penting terbesar.
 Metode Intersepsi Titik
1. Membuat 10 titik yang masing-masing titik berjarak 10 cm pada seutas tali raffia.
2. menancapkan kawat atau lidi pada setiap titik dan menebar tali raffia tersebut secara acak atau sistematis.
3. Melakukan analisis vegetasi berdasarkan variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi pada setiap tumbuhan yang mengenai setiap kawat atau lidi tersebut.
4. Melakukan 10 kali pengamatan, sehingga akan diperoleh 10 seri titik.
5. Melakukan perhitungan untuk mencari harga relatif dari setiap variabel untuk setiap tumbuhan.
6. Melanjutkan perhitungan untuk mencari harga nilai penting dari setiap jenis tumbuhan.
7. Menyusun harga nilai penting yang sudah diperoleh pada suatu tabel dengan ketentuan bahwa tumbuhan yang nilai pentingnya tertinggi diletakkan pada tempat teratas.
8. Memberi nama vegetasi yang telah digunakan berdasarkan 2 jenis / spesies yang memiliki nilai penting terbesar
Cuplikan berupa garis, untuk vegetasi sangat dipengaruhi oleh komleksitas dari hutan tersebut. Makin sederhana makim pendek garisnya. Pada dasarnya garis sebesar 50 M samapai 100 M berdasarkan pengalaman sudah memperlihatkan hasil yang memadai. Vegetasi semak belukar diperlukan garis sepanjan 5M sampai 10M, dan untuk vegetasi yang sederhana cukup dengan garis sepanjang 1M.
Sistem analisis garis meliputi:
Kerapatan, didasarkan pada perhitungan jarak antara individu-individu sejenis yang dilewati garis, atau bila dinyatakan dengan jumlah individu yang terlewati garis. Dapat dihitung dengan rumus:
Kerapatan = Jumlah individu suatu jenis
Luas petak ukur
Kerapatan relative (%) = Kerapatan suatu jenis x 100
Kerapatan seluruh jenis
Kerimbunan, didasarkan pada panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, atau bila dinyatakan dalam prosen dapat dilakuan berdasarkan sperbandingan panjang penutupan garis yang terlewat individu tumbuhan terhadap panjang garis yang dibuat.
Frekuensi, pada dasarnya agak sulit menentukan apabila garis yang dibuat merupakan garis tunggal. Apabila garis itu dibagi dalam beberapa sektor garis maksa perhitungan frekuensi ini dinyatakan dengan kekerapan jenis yang dijumpai dalam sektpr – sektor garis tadi. Atau bila garisnya majemuk maka perhitungan tidak berbeda seperti pada metode kuadrat.
Nilai penting, harga ini didapatkan berdasarkan penjumlahan dari nilai relative dari sejumlah variabel yang telah diukur ( kerapatan relative, kerimbunan relative, dan frekuensi relative). Harga relative ini dapat dicari dengan perbandingan antara harga suatu variabel yang didapat dari suatu jenis terhadap nilai total dari variabel itu untuk suatu jenis terhadap nilai total dari variabel itu untuk seluruh jenis yang didapat, dikalikan 100%. Dalam tabel. jenis-jenis tumbuhan disusun berdasarkan urutan harag nilai penting ini yang biasanya dari harga besar kekecil. Dan dua jenis tumbuhan yang terbesar harga nilai pentingnya dapat dipergunakan untuk menentukan penamaan bentuk vegetasi tadi.
Jika berbicara mengenai vegetasi, kita tidak bisa terlepas dari komponen penyusun vegetasi itu sendiri dan komponen tersebutlah yang menjadi fokus dalam pengukuran vegetasi. Komponen tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari :
1. Belukar (Shrub) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.
2. Epifit (Epiphyte) : Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-parasit.
3. Paku-pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai daun.
4. Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan biasanya tinggi; tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1 meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun.
5. Pemanjat (Climber) : Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar.
6. Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras.
7. Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.
Untuk tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu :
a. Semai (Seedling) : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang dari 1.5 m.
b. Pancang (Sapling) : Permudaan dengan tinggi 1.5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm.
c. Tiang (Poles) : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petak-petak pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Menurut Soerianegara (1974) petak-petak tersebut dapat berupa petak tunggal, petak ganda ataupun berbentuk jalur atau dengan metode tanpa petak.
Pada cara kurva luas minimum kita hanya mempelajari satu petak sampling yang mewakili suatu tegakan hutan. Besarnya petak contoh ini tidak boleh terlalu kecil hingga tidak menggambarkan tegakan yang dipelajari. Ukuran minimum dari suatu petak tunggal tergantung pada kerapatan tegakan dan banyaknya jenis-jenis pohon yang terdapat. Makin jarang tegakannya atau makin banyak jenisnya makin besar ukuran petak tunggal yang digunakan. Ukuran minimum ini ditetapkan dengan menggunakan kurva spesies-area.
Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan akan semakin pendek. metode intersepsi titik merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan menggunakan cuplikan berupa titik. Pada metode ini tumbuhan yang dapat dianalisis hanya satu tumbuhan yang benar-benar terletak pada titik-titik yang disebar atau yang diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut.

3.2 Saran
Apabila ingin melakukan melakukan suatu analisis terhadap suatu daerah, misalnya hutan mangrove hendaknya kita melakukan analisis vegetasi terhadap suatu daerah tersebut dengan menggunakan beberapa metode diantaranya yaitu: menentukan kurva luas minum, di misalkan pembuatan kurva diatas selembar kertas peta, maka pada saat menerapkan pada obyek langsung diperbesara dua kali. Metode yang kedua yaitu titik dan garis, apabila analisis yang akan digunakan bertujuan untuk menganalisis suatu vegetasi yang hanya terdapat satu jenis, maka metode inilah yangtepet digunakan, selain itu penggunaan metode ini harus tepat sasaran. Sedangkan untuk metode analisis vegetasi yang ketiga akan dipejelas oleh kelompok selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2008. http://iqbalali.com/2008/02/25/70/ (diakses tanggal 2 Desember 2010 ).
Anonymous. 2009. http://simanungkalitleontius.wordpress.com/2009/08/31/hello-world/(diakses pada tanggal 2 Desember 2010)
www. Irwantoshoot.com. Analisis Vegetasi Untuk Pengeloloan Hutan Lindung Pulau Marsegu Kabupaten Seram Bagian Barat Kepulauan Maluku. Yogyakarta: Universsitas Gajah Mada.
Penendali Ekosistem Hutan Balai Taman Nasional Baluran. 2009. Laporan Kegiatan analisa Vegetasi Rumput Di Savvana Kramat SPTN Wilayah I Bekol. Baluran Banyuwangi Jawa Timur.
Rahardjanto, Abdul Kadir.2001. Ekologi Tumbuhan. Malang: Umm_press

Rabu, 01 Desember 2010

Terumbu Karang

Istilah terumbu karang tersusun atas dua kata, yaitu terumbu dan karang, yang apabila berdiri sendiri akan memiliki makna yang jauh berbeda bila kedua kata tersebut digabungkan. Istilah terumbu karang sendiri sangat jauh berbeda dengan karang terumbu, karena yang satu mengindikasikan suatu ekosistem dan kata lainnya merujuk pada suatu komunitas bentik atau yang hidup di dasar substrat. Berikut ini adalah definisi singkat dari terumbu, karang.
Karang Terumbu (Reef) merupakan endapan pasif batu kapur (limestone), terutama kelsium karbonat (CaCO3) yang utamanya di hasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain yang mensekresi kapur, seperti alga kapur dan molusca. Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batu karang atau pasir di dekat permukaan air, sedangkan karang disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari ordo Scleractinia yang mampu mensekresi CaCO3. Hewan karang tunggal umumnya disebut polip.
Jadi terumbu karang adalah ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis¬jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis¬jenis moluska, krustasea, ekhinodermata, polikhaeta, porifera, dan tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton.
Hewan-hewan yang hidup di karang memakan organisme mikroskopis dan sisa organik lain. Berbagai invertebrata, mikro organisme, dan ikan, hidup di antara karang dan ganggang. Herbivora seperti siput, landak laut, ikan, menjadi mangsa bagi gurita, bintang laut, dan ikan karnivora.

Estuariam

Estuari berasal dari kata aetus yang artinya pasang-surut. Estuari didefinisikan sebagai badan air di wilayah pantai yang setengah tertutup, yang berhubungan dengan laut bebas. Oleh karena itu ekosistem ini sangat dipengaruhi oleh pasang surut dan air laut bercampur dengan air darat yang menyebabkan salinitasnya lebih rendah dari pada air laut. Muara sungai, rawa pasang-surut, teluk di pantai dan badan air di belakang pantai pasir temasuk estuari.
Biota yang hidup di ekosistem estuari umumnya adalah percampuran antara yang hidup endemik, artinya yang hanya hidup di estuari, dengan mereka yang berasal dari laut dan beberapa yang berasal dari perairan tawar, khususnya yang mempunyai kemampuan osmoregulasi yang tinggi. Bagi kehidupan banyak biota akuatik komersial, ekosistem estuari merupakan daerah pemijahan dan asuhan. Kepiting (Scylia serrata), tiram (Crassostrea cucullata) dan banyak ikan komersial merupakan hewan estuari. Udang niaga yang hidup di laut lepas membesarkan larvanya di ekosistem ini dengan memanfaatkannya sebagai sumber makanan.
Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat air tawar. Estuari juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air.
Secara umum estuaria mempunyai peran ekologis penting antara lain :
• Sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation).
• Penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makanan (feeding ground).
• Sebagai tempat untuk bereproduksi dan/atau tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang.
Perairan estuaria secara umum dimanfaatkan manusia untuk tempat pemukiman, tempat penangkapan dan budidaya sumber daya ikan, jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan industri (Bengen, 2004).
Aktifitas yang ada dalam rangka memanfaatkan potensi yang terkandung di wilayah pesisir, seringkali saling tumpang tindih, sehingga tidak jarang pemanfaatan sumberdaya tersebut justru menurunkan atau merusak potensi yang ada.
Hal ini karena katifitas-aktifas tersebut, baik secara langsunng maupun tidak langsung, mempengaruhi kehidupan organisme di wilayah pesisir melalui perubahan lingkungan di wilayah tersebut. Sebagai contoh, adanya limbah buangan baik dari pemukiman maupun aktifitas industri, walaupun limbah ini mungkin tidak mempengaruhi tumbuhan atau hewan utama penyusun ekosistem pesisir di atas, namun kemungkinan akan mempengaruhi biota penyusun lainnya. Logam berat, misalnya mungkin tidak berpengaruh terhadap kehidupan tumbuhan bakau (mangrove), akan tetapi sangat berbahaya bagi kehidupan ikan dan udangudangnya (krustasea) yang hidup di hutan tersebut (Bryan, 1976).

Tumbuhan Air Payau

Air payau adalah campuran antara air tawar dan air laut (air asin). Jika kadar garam yang dikandung dalam satu liter air adalah antara 0,5 sampai 30 gram, maka air ini disebut air payau. Namun jika lebih, disebut air asin.
Air payau ditemukan di daerah-daerah muara dan memiliki keanekaragaman hayati tersendiri. Beberapa jenis ikan yang populer di Indonesia, hidup di air payau, seperti bandeng.

Tumbuhan air tawar

• Ekosistem akuatik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Ekosistem air tawar
2. Ekosistem air laut
• Ekosistem air tawar dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Ekosistem air tenang (lentik) misalnya: danau, rawa.
2. Ekosistem air mengalir (lotik) misalnya: sungai, air terjun.
• Ciri-ciri ekosistem air tawar:
1. Kadar garam/salinitasnya sangat rendah, bahkan lebih rendah dari kadar garam protoplasma organisme akuatik.
2. Variasi suhu sangat rendah.
3. Penetrasi cahaya matahari kurang.
4. Dipengaruhi oleh iklim dan cuaca.
Flora ekosistem air tawar:
Hampir semua golongan tumbuhan terdapat pada ekosistem air tawar, tumbuhan tingkat tinggi (dikotil dan monokotil), tumbuhan tingkat rendah (jamur, ganggang biru, ganggang hijau).
Fauna ekosistem air tawar:
Hampir semua filum dari dunia hewan terdapat pada ekosistem air tawar, misalnya protozoa, spans, cacing, molluska, serangga, ikan, amfibi, reptilia, burung, mammalia. Ada yang selalu hidup di air, ada pula yang ke air bila mencari makanan saja. Hewan yang selalu hidup di air mempunyai cara beradaptasi dengan lingkungan yang berkadar garam rendah. Pada ikan dimana kadar garam protoplasmanya lebih tinggi daripada air, mempunyai cara beradaptasi sebagai berikut:
• Sedikit minum, sebab air masuk ke dalam tubah secara terus-menerus melalui proses osmosis.
• Garam dari dalam air diabsorbsi melalui insang secara aktif.
• Air diekskresikan melalui ginjal secara berlebihan, juga diekskresikan melalui insang dan saluran pencernaan.

Hutan Mangrove

Kata mangrove diduga berasal dari bahasa melayu manggi-manggi, yaitu naman yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp). Nama mangrove diberikan kepada jenis tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di pantai atau goba-goba yang menyesuaikan diri pada keadaan asin.
Ekosistem mangrove terdiri dari dua bagian, bagian daratan dan bagian perairan. Bagian perairan juga terdiri dari dua bagian yakni tawar dan laut. Ekosistem mangrove terkenal sangat produktif, rapuh dan penuh dengan sumber daya.
Tanah mangrove terdiri dari butiran-butiran kecil. Butiran-butiran lebih kecil dari pada pasir halus banyak terdapat. Tanah mangrove biasanya asam karena kegiatan bakteri belerang. Tanah mangrove umumnya kaya akan ion Na. Kandungan Ca dan Mg lebih tinggi daripada N. Disebabakan oleh arah mengurangi yang diciptakan oleh faktor-faktor edafik, yakni dipengaruhi oleh kondisi tanah atau subtrat dan pembanjiran pasut, tumbuhan mangrove membentuk pemintakatan dengan Rhizophora membentuk batas umum sepanjang pantai.
Hutan mangrove merupakan hutan yang dipengaruhi pasang-surut air laut. Tipe hutan ini disamping mempunyai fungsi ekonomis melalui hasil berupa kayu dan hasil hutan ikutannya juga mempunyai fungsi ekologis yang sangat pening sebagai interface antara ekosistem daratan dengan ekosistem lautan. Dengan demikian dalam ekosistem mangrove paling sedikit terdapat 5 unsur ekosistem yang saling kait-mengait yaitu flora, fauna, perairan, daratan dan manusia (penduduk lokal) yang hidup bergantung pada ekosistem mangrove.
Ekosistem mangrove merupakan tipe ekosistem yang unik, karena di dalam ekosistem mangrove terpadu dua tipe karakteristik ekosistem yaitu karakteristik ekosistem lautan dan daratan. Kondisi semacam ini mengakibatkan jenis-jenis biota yang hidup di habitat mangrove pun terdiri atas biota darat dan biota laut. Dari segi biota, banyak penelitian membuktikan bahwa biota yang mendominasi ekosistem mangrove adalah biota laut.
Hutan mangrove juga merupakan habitat bagi beberapa satwa liar yang diantaranya terancam punah, seperti harimau sumatera (Panthera tigris sumatranensis), bekantan (Nasalis larvatus), wilwo (Mycteria cinerea), bubut hitam (Centropus nigrorufus), dan bangau tongtong (Leptoptilus javanicus, dan tempat persinggahan bagi burung-burung migran.
Hutan-hutan mangrove menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika. Luas hutan mangrove di Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999).
Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat di seputar Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai besar. Yakni di pantai timur Sumatra, dan pantai barat serta selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan.
Hutan mangrove mempunyai peranan dan manfaat bagi kehidupan manusia, diantaranya :
a. Pelindung alami yang paling kuat dan praktis untuk menahan erosi pantai.
b. Menyediakan berbagai hasil kehutanan seperti kayu bakar, alkohol, gula, bahan penyamak kulit dan sebagainya.
c. Sebagai tempat hidup dan berkembang biak ikan, udang, burung, monyet, buaya dan satwa liar lainnya.
Begitu besarnya peranan dan manfaat hutan mangrove bagi kehidupan, apabila hutan mangrove hilang maka akan timbul berbagai masalah diantaranya:
1. Terjadinya abrasi pantai
2. Dapat mengakibatkan intrusi air laut lebih jauh ke daratan
3. Dapat mengakibatkan banjir
4. Perikanan laut menurun
5. Sumber mata pencaharian penduduk setempat berkurang

Hutan Pantai


Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.
Hutan pantai adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan pantai  bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob.
 Hutan pantai terdapat sepanjang pantai yang kering, berpasir, dan tidak landai, seperti di pantai selatan Jawa. Spesies pohonnya seperti ketapang (Terminalia catappa), waru (Hibiscus tiliaceus), cemara laut (Casuarina equisetifolia), dan pandan (Pandanus tectorius).